top of page
Cari
  • Beritasatu.com

Bisnis Konstruksi Hotel Membaik Pada 2017


Salah satu penginapan di Gili Air, NTB. (investor daily/edorusyanto)

JAKARTA – Setelah anjlok 20% pada 2016, bisnis properti perhotelan diprediksi mulai membaik pada 2017. Hal itu dapat terlihat dari nilai konstruksi yang ditaksir menyentuh sekitar Rp 11 triliun pada 2017.

Bisnis perhotelan bagi sejumlah pengembang dijadikan sebagai sumber pendapatan berkesinambungan (recurring income). Selain itu, melengkapi superblok yang digulirkan untuk membidik segmen menengah ke atas di sejumlah kota di Indonesia.

“Tahun 2017, nilai konstruksi turun 10% dibandingkan 2016. Namun, hal itu lebih baik jika dibandingkan tahun 2016 yang anjlok 20%,” tutur Senior Research Analyst BCI Asia Gusti Rahayu Anwar kepada Investor Daily, di Jakarta, baru-baru ini.

Dia menambahkan, logikanya dengan adanya peningkatan wisatawan mancanegara (wisman), kontruksi hotel akan menggeliat. Namun, occupancy rate hotel di Indonesia, berdasarkan data BPS, masih di rentang 49 – 55%. “Hal ini berdampak pada belum adanya peningkatan kontruksi hotel,” tukasnya.

Menurut dia, pembangunan hotel tersebar di berbagai kota di Indonesia. Kawasan yang menyumbang paling banyak adalah Bali Nusa Tenggara (Balinusra) yang mencapai 47%. Lalu, Jawa Timur (29%) dan Jawa Tengah-DI Yogyakarta (14%). “Jabodetabek justeru mencatat penurunan drastis, yakni 21%,” tambahnya.

Bagi Presiden Direktur PT Trias Jaya Propertindo (TJP)Djaja Roeslim, bisnis hotel di Balinusra masih cukup menggairahkan. TJP memiliki dua hotel yang sudah beroperasi di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Bali. Selain itu, TJP sedang mempersiapkan pembangunan satu hotel lagi di Bali.

"Bisnis hotel masih cukup baik karena Greater Bali sebagai tujuan wisata sudah established dan dikenal dunia. Karena itu, wisatawan yang ke Indonesia pasti sebagian besar akan mengunjungi Bali demikian juga wisatawan domestik,” tuturnya.

Dia menambahkan, pasar hotel di Bali agak berbeda dengan daerah lain di Indonesia. Pangsa pasar berbeda-beda untuk setiap area seperti Kuta, Seminyak, Jimbaran, Nusa dua, dan Sanur. Karena itu, pengusaha hotel harus jeli melihat dan menangkap peluang yang ada agar hotelnya bisa berhasil.

Djaja menilai, masih ada ruang untuk berkembang. Lebih mudah berjualan di tengah keramaian penjual sejenis, daripada jualan sendiri di daerah sepi. “Okupansi hotel kami di Gili Air, Lombok bagus, rata-rata di atas 70%. Sedangkan di Bali, kami baru buka sehingga okupansi masih sekitar 45%,” paparnya.

30 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page